PANCASILA RUANG PUBLIK MANUSIAWI
Pancasila sebagai ideologi negara kesatuan republik indonesia sejak negara ini merdeka dari penjajahan yang terjadi selama berabad-abad dengan tujuan menyatukan, menyejahterakan, memakmurkan rakyat indonesia. Pancasila digagas oleh tiga tokoh sentral yang masing-masing mereka mempunyai perbedaan mendasar dalam susunan letak gagasan-gagasannya dalam ideologi ini.
Muh. Yamin sebagai salah satu ketiga tokoh sentral mengusulkan Sila Pertama Yakni peri kebangsaan, sila kedua Peri kemanusiaan, sila ketiga Ketuhanan, Sila Keempat Peri kerakyatan, dan sila Kelima kesejahteraan Rakyat. Kemudian Soepomo mengusulkan dengan istilah yang lebih sederhana yakni pertama persatuan ,kedua kekeluargaan, ketiga keseimbagan lahir dan bathin, keempat musyawarah,kelima keadilan rakyat. Sementara itu bapak proklamator kemerdekaan Indonesia Ir. Soekarno megusulkan pertama kebangsaan/Nasionalisme, kedua Perikemanusiaan/internasionalisme, ketiga Mufakat/demokrasi, keempat kesejahteraan sosial, kelima Ketuhanan Yang berkebudayaan. Namun akhirnya yang disepakti bersama yakni pertama ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan.
Ketiga tokoh sentral beserta tokoh-tokoh lain yang terlibat dalam penggagasan sila ini memikirkan dengan penuh pertimbangan demi menyatukan NKRI yang mana merupakan bangsa yang besar terdiri dari kurang lebih 1.340 suku, dengan jumlah pulau kurang lebih 17.503 Pulau dan berbagai agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia. Para pendiri bangsa ini merumuskan pancasila bukan hanya sekedar sebagai ideologi negara yang baru merdeka semata namun sebagai pemersatu bangsa.
Berlandaskan masyarakat indonesia yang memeluk berbagai agama, para pendiri bangsa ini tidak membentuk Indonesia sebagai negara islam meskipun mayoritas penduduknya pemeluk agama islam dan juga memberikan semboyan yang diletakkan di bawah pancasila sebagai ideologi negara berupa “Bhineka Tunggal Ika” yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua.
Pancasila sudah cukup kompleks sebagai Ideologi bangsa Indonesia yang sangat mengutamakan persatuan demi terwujudnya kedamaian dan kesejahteraan dalam bermasyarkat dan bernegara. Nilai-nilai yang ditanamkan berupa cinta kasih terhadap sesama. Tidak membeda-bedakan ras, golongan, maupun etnis juga menghargai serta menghormati perbedaan kepercayaan karena kita sama yaitu rakyat Indonesia.
Empat tahun lalu tepatnya tanggal 12 Desember 2016 sekelompok golongan yang melabeli dirinya dengan agama islam menyuarakan gagasannya berupa “NKRI Bersyariah” yang sangat menimbulkan pertanyaan bagi seluruh masyarakat indonesia. Timbulnya pertanyaan ini disebabkan ketidakjelasan bentuk serta wujudnya.
Jika yang dimaksud dengan NKRI Bersyariah adalah memberlakuan hukum islam seperti negara-negara Timur Tengah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan penduduk yang majemuk ini maka tentunya hal itu tidak akan bisa dilakukan karena mengingat penduduk negara ini tidak hanya pemeluk agama islam saja selain itu juga tidak sesuai dengan pancasila dan UUD 1945. Mau dikemanakan masyarakat yang tidak memeluk agama islam jika itu diwujudkan? Haruskah mereka dicekoki dengan peraturan-peraturan yang bahkan mereka tidak tau menau atau mereka harus membuat negara sendiri? Tentu kita berharap tidak. Keutuhan NKRI adalah harga mati.
Gagasan NKRI Bersyariah ini juga tidak menghargai dan menghormati para pendiri bangsa dan para kyai yang susah payah membentuk NKRI dan merumuskan Pancasila sebagai Ideologinya.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Islamicity Index yang di dalamnya terhimpun para ahli dalam berbagai bidang seperti ekonomi, ahli keuangan,dll, pada tahun 2017 merilis sebuah hasil survey berdasarkan Index Islamicity terkait dengan 10 negara yang nilai islaminya paling tinggi didunia. Dan ternyata hasilnya di luar perkiraan. Negara yang mayoritas penduduknya bukan pemeluk agama islam justru mengaplikasikan nilai-nilai islami dalam kehidupannya. Dan negara paling islami tersebut pertama diduki oleh Selandia Baru, Netherland, swedia , irlandia, Switzerland, Denmark, Kanada ,Australia.
Disisi lain negara yang meyoritas pemeluk agama islam justru nilai islamicitynya rendah, seperti malaysia (rangking 43), United emirat arab (Rangking 46), Indonesia (Rangking 74), dan saudi arabia (rangking 88). Hal ini menunjukkan bahwa negara-negara barat lebih banyak mempraktekkan nilai-nilai sosial yang islami.
PBB juga membentuk lembaga khusus yakni UN Sustanaible Development Solution Network (SDSN) untuk melakukan sebuah riset mengukur kemajuan dan kebahagiaan warga negara dengan menggunakan World Happiness Index. hasil riset ini menyimpulkan bahwa kemajuan suatu bangsa tidak hanya terletak pada kemajuan ekonomi semata dan terpeuhinya kebutuhan hidupnya akan tetapi adanya ruang sosial yang baik dalam masyarakat seperti tolong menolong, saling menghormati, tingginya nilai integritas dan kepercayaan,dan pemerintahan yang bersih. 10 negara yang paling tinggi skor happiness Indexnya adalah, Finlandia, Norwegia, Denmark,Iceland, Switzerlands, Netherland, Canada, Selandia Baru , Australia.
Dari kedua riset di atas hasilnya sangat menarik, negara yang paling islamik dalam kehidupan sosialnya hampir sama hasilnya dengan negara yang paling bahagia. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa nilai-nilai islamik sama dengan nilai manusiawi yang dirumuskan pada beradaban mutakhir jika diuniversalkan.
Jadi mana yang lebih diutamakan? Label atau isi? Label islam atau praktik nilai keislaman?
Menjadikan Negara Bersyariah tidak menjadi jaminan membuat negara menjadi lebih maju dan bahagia. Cukup bagi kita untuk mempraktikkan nilai-nilai islamik dalm kehidupan sehari-hari. Percuma jika kita membungkus negara dengan nama syariah akan tetapi nilai-nilai yang terkandung tidak menunjukkan keharmonisan dan kedamaian. Sedangkan islam sangat mengajarkan untuk hidup damai dan harmonis.
Oleh karena itu cukup bagi kita untuk mempraktikkan nilai-nilai keislaman. Dasar kita sudah jelas. Untuk menggapai ruang publik yang manusiawi Pancasila mutlak menjadi titik akhir.
penulis: Wahyu Fahriyan
0 Comments