Indahnya Nabi Menyikapi Perbedaan
Perbedaan menjadi sebuah rahmat bagi makhluk. Apabila makhluk tersebut dapat menilik inti (hakikat) dari perbedaan, sudah pasti makhluk tersebut akan takjub dengan kuasa Tuhannya. Dengan banyaknya perbedaan, sesungguhnya akan membuat kita berpikir lebih luas, memandang dari berbagai segi (aspek). Jika kita masih sibuk membahas perbedaan itu sendiri, maka kita tidak akan sampai titik temu dari masing-masing perbedaan. Sama halnya membuat diri sendiri terbatas pada sekat-sekat yang berbeda, tidak bisa menghubungkan dari titik temu antar perbedaan.
Tuhan berkehendak menciptakan makhluk-Nya dengan berbagai perbedaan. Meskipun dalam satu jenis yang sama, akan tetapi tetap terdapat perbedaan yang menjadi ciri khas suatu makhluk. Contohnya manusia, Allah dengan Maha Kuasanya menciptakan sidik jari pada tangan manusia, yang mana antar manusia tidak ada yang sama. Sidik jari inilah kemudian digunakan sebagai pengenal individu manusia. Bukannya Allah tidak kuasa menciptakan suatu makhluk dalam rupa dan wujud yang sama, sebuah hal mudah saja bagi Allah. Sebuah pabrik saja dengan mudah menciptakan benda yang sama, apalagi Allah Sang Maha Kuasa, suatu hal yang sangat mudah bagi-Nya. Sedangkan kalau kita balik, apa ada sebuah pabrik yang mampu menciptakan benda yang berbeda dengan jumlah yang banyak? Pastinya menjadi sebuah kesulitan besar untuk mewujudkannya, apalagi membuat makhluk hidup yang berbeda-beda, hanya Allah SWT yang bisa.
Tuhan tidak akan menanyakan hasil dari penjumlahan lima tambah lima, akan tetapi yang dipertanyakan adalah 10 itu hasil dari berapa tambah berapa, atau berapa kali berapa. Dari sini dapat diketahui bahwa kita tidak berbeda dalam yang satu, tetapi berbeda dalam memahami yang satu. oleh karena itu, pada hakikatnya yang diharapkan oleh Tuhan adalah beragam dalam kesatuan dan satu dalam keragaman. Dengan saling mengetahui, memahami dan bekerjasamalah kita bisa menemukan titik temu dan menjadi satu kesatuan.
Ada sebuah kisah Rasulullah yang berkaitan dengan cara beliau menyikapi sebuah perbedaan. Hal ini berkaitan dengan salat witir. Sahabat Abu Bakar RA mendirikan salat witir sebelum tidur, dan melanjutkan setelah terbangun di sepertiga malam. Sedangkan sahabat Umar RA mendirikan salat witir di sepertiga malam. Lalu bagaimana tanggapan nabi mengenai perbedaan pendapat diantara para sahabatnya?
Nabi Muhammad SAW mengatakan : kedua-duanya sama-sama baik, Abu Bakar RA melakukan salat witir di awal malam karena ia berhati-hati, sedangkan Umar RA melaksanakan salat witir di akhir malam karena ia bersemangat untuk menghidupkan akhir malamnya. Sahabat Utsman bin Affan RA mengikuti cara yang digunakan sahabat Abu Bakar RA, sedangkan sahabat Ali bin Abi Tholib RA mengikuti cara adri sahabat Umar RA. Sungguh indah bukan?
Sangatlah indah ketika nabi menyikapi sebuah perbedaan. Lantas bagaimana dengan kita sebagai umatnya? Bukankah nabi Muhammad adalah sosok figur panutan yang kita jadikan sebagai kiblat?
Semoga kita sebagai umatnya senantiasa dapat mengamalkan apa yang telah nabi lakukan, terutama pada cara menyikapi sebuah perbedaan yang menjadi inti dari tulisan ini. Dengan adanya tulisan ini, penulis mengharap pembaca dapat mengambil hikmahnya sehingga dapat meniru cara nabi dalam menyikapi sebuah perbedaan, dengan tujuan tidak agar tidak grasa-grusu ketika mengahadapi perbedaan.
Penulis: Wahyu fahriyan
Editor: M. Bastomi
Sumber kisah: Kitab Fathul Mu’in Fashlun fis sholatin Nafli
0 Comments