REFLEKSI PUASA SEBAGAI PENYOKONG FITRAH DI HARI KEMENANGAN

Published by Ponpes Anwarul Huda on

Hari demi hari telah kita lalui, tiga puluh hari melaksanakan kewajiban sebaga hamba yang taat pada ilahi. Kesabaran, pantangan dan tantangan silih berganti dihadapi dengan imanan wah tisaban, sebagai bekal mendapatkan fitri yang penuh dengan kesucian. Mengajarkan kepada manusia akan pentingnya sebuah perjuangan, menjalankan ketaatan dan mudah-mudahan barokah ganjaran serta kesehatan senantiasa allah limpahkan di kondisi pandemi yang berkepanjangan.

 

وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

 

Kalau ingin kembali pada fitrah, maka sempurnakan jumlah hari puasamu. Kata sempurnakan terdapat 2 yaitu : sempurnakan satu bulan penuh dan sempurnakan semangat puasamu. Walaupun Ramadhan berakhir, puasa tak boleh berhenti, Karena tangan kita tetap puasa dari mengambil yang bukan milik kita, lidah kita walaupun ramadhan telah berakhir tetap berpuasa, dari memfitnah dan menggunjing orang lain. Kaki kita pun tetap berpuasa dari berjalan ke tempat-tempat yang tidak baik meskipun ramadhan telah berakhir. Perut kita pun demikian tetap berpuasa dari kemasukan barang-barang yang haram. Kedisiplinan, kejujuran, rasa kasih sayang yang menjadi nilai-nilai puasa tetap harus kita lestarikan di bulan-bulan lainnya sebagai bagian dari petikan pembelajaran yang berharga di bulan ramadhan kemarin. Jangan sampai keimanan kita hanya sebatas lisan saja namun sekuler dalam perbuatan. seakan-akan Allah hanya ada dalam lingkup masjid dan tempat ibadah lainnya. Tetapi rasa akan senantiasa diawasi oleh Allah perlu kita yakinkan, agar kemaksiatan insyaAllah akan terus berkurang.

 

Bulan puasa telah kita lewati pada tahun ini, namun tidak ada garansi kita akan dipertemukan kembali dengan ramadhan di tahun nanti. Lantas, pertanyaan yang relevan kita sematkan pada diri kita adalah “Apakah kita pantas mendapatkan sebuah kemenangan, serta bagaimana mempertahankan kefitrahan manusia sebagai bentuk refleksi dari ibadah puasa yang penuh dengan perjuangan?”. Jangan sampai puasa kita hanya sebatas menahan lapar dan dahaga

 

كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ

 

yaitu banyak orang yang berpuasa,namun ia tak mendapatkan apapun dari puasanya selain rasa lapar saja.

 

Sebagai bentuk refleksi puasa dalam rangka memelihara fitrah agar tetap lestari dalam diri manusia itu bisa dilakukan dengan tiga hal yaitu : 1) Mengokohkan Ketauhidan. Ramadhan merupakan sebuah momentum terbaik dalam memperkuat serta mengokohkan kembali keimanan seseorang. Melalui sebuah ibadah-ibadah mahdhah yang tujuannya mendidik jiwa-jiwa yang menjauhi-Nya untuk seraya kembali kepada-Nya, mengembalikan kesadaran jiwa yang berlumur dosa untuk seraya meminta ampunan kepada-Nya serta mendorong jiwa-jiwa yang lalai untuk bersimpuh sujud dalam bingkai ketulusan dan mengharap keridhoan-Nya. Karena faktor bertambahnya iman ialah ketaatan. Sedangkan faktor menurunnya iman tak lain dan tak bukan ialah kemaksiatan. Sebagaimana dikatakan Ibnu Ruslan dalam matan Zubad Ibn Ruslan (Beirut: Daru Makrifat) halaman 5-6:

 

فكن من الإيمان في مزيد # وفي صــــفاء القلب ذا تجديد

بكثرة الصلاة والطاعات # وترك ما للنفس من شهوات

فشهوة النفس مع الذنوب # موجبتــــــان قسوة القـــلوب

 

Maka Jadilah kamu bertambah dalam keimanan, dan memiliki kejernihan dalam hati.

Dengan memperbanyak sholat dan ketaatan, serta meninggalkan sesuatu yang menyebabkan syahwat

Maka nafsu syahway serta dosa, merupakan faktor yang menyebabkan kerasnya hati

 

2) Menguatkan komitmen keubudiyahan, yaitu dengan mempertahankan kebiasaan-kebiasaan dalam menjaga sholat fardlu serta sholat sunnah yang biasa dilakukan di bulan suci ramadhan serta seperti halnya membayar Zakat yang disempurnakan dengan infaq dan sedekah. Hal ini menandakan bahwa menandakan ritual ubudiyah atau ibadah memiliki dua hal secara integral yaitu formalistik. Artinya kegiatan ibadah secara kasat mata dilakukan sesuai dengan tuntutan sepertihalnya sholat dengan gerakan-gerakannya, namun tetapi tidak cukup hanya sebatas formalistik saja tetapi esensi ubudiyah harus menyentuh pada aspek substansialistik, yaitu adanya pengaruh dari keterlaksanaannya ibadah tersebut dalam kehidupan sehari-sehari. Dengan menjaga konsistensi ibadah dan menegakkannya secara sempurna semata-mata hanya karena Allah, seorang muslim akan terpelihara fitrah kesuciannya. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an:

 

إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

 

Sesungguhnya solatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah milik Allah SWT (Q.S. Al-An’am 162)

 

3) Senantiasa menjaga dan memelihara Akhlak yang terpuji. Salah satu hal penting dalam menjaga kefitrahan manusia adalah menjaga sifat atau akhlak yang terpuji seperti amanah, jujur, senantiasa bersyukur dan keteguhan dalam bersabar. Sabar dalam menjalankan perintah, sabar dalam menjauhi larangan Allah maupun sabar dalam menghadapi ujian, cobaan maupun musibah sepertihalnya sabar dalam menghadapi pandemi covid 19 yang berkepanjangan ini.

 

Akhlak terpuji ini timbulnya dari kejernihan hati, sehingga apabila seseorang hamba menginginkan ketenangan dalam hidupnya maka peliharalah hatinya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

 

 

إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ، وَلَا إِلَى أَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ، فَمَنْ كَانَ لَهُ قَلْبٌ صَالِحٌ تَحَنَّنَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهِ، وَإِنَّمَا أَنْتُمْ بَنِي آدَمَ أَكْرَمُكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

Artinya, “Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan harta kalian, tetapi melihat hati dan amalan kalian. Siapa saja yang memiliki hati yang bersih, maka Allah menaruh simpati padanya. Kalian hanyalah anak cucu Adam. Tetaplah yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling takwa,” (HR. Al-Thabrani)

 

Semoga Allah senantiasa meneguhkan hati kita semua, terlebih jika hati kita telah mendapatkan hidayah dari-Nya serta kita senantiasa dapat mempertahankan kefitrahan kita dengan menjaga 3 hal tadi yaitu senantiasa memperkokoh keimanan kita, menjaga konsistensi ibadah kita serta mampu mewujudkan ibadah kita dalam bentuk Akhlak akhlak yang terpuji. Amin Amin Ya Rabbal Alamin.

 

Penulis: Imdad Rabbani S.Kom, M.Pd


0 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *