Pentingnya Tolong-menolong dalam Kehidupan Sehari-hari

Published by Ponpes Anwarul Huda on

Manusia diciptakan oleh Allah SWT berbeda dengan makhluk-makhluk lainnya. Manusia memiliki akal pikiran untuk berpikir. Namun dengan akal pikiran tersebut, manusia tetaplah tidak bisa menggunakannya secara sempurna secara individual karena keterbatasannya. Manusia membutuhkan manusia lainnya untuk menyempurnakan akal pikirannya. Sehingga manusia disebut sebagai makhluk sosial.

Definisi makhluk sosial menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yakni manusia yang berhubungan secara timbal-balik dengan manusia lainnya. Jika manusia di dunia ini hidup sendiri tanpa adanya hubungan atau interaksi dengan manusia lainnya, maka dunia ini akan terasa hampa dan sepi. Kehidupan manusia di dunia ditakdirkan agar saling berdampingan antara satu individu dengan individu yang lainnya. Hal ini telah dijelaskan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya QS. Al Hujurat [49]:13 yang berbunyi:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن ذَكَرٖ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَٰكُمۡ شُعُوبٗا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓاْۚ إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٞ ١٣

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat [49]:13)

Dari ayat di atas mengetahui bahwa Allah SWT memberi perintah kepada kita sebagai manusia untuk saling mengenal satu sama lain. Saling mengenal di sini tidak hanya sebatas kita mengenal namanya dan asalnya. Namun kita juga harus mengenal pula karakternya baik secara dhohiriyyah mapun secara bathiniyyah. Untuk apa kita saling mengenal? Apa manfaatnya? Banyak sekali manfaat yang akan kita peroleh nantinya. Dengan kita saling mengenal, maka kita akan lebih mudah untuk saling berbagi pengalaman, berbagi pelajaran hidup, berbagi keluh kesah, saling bekerja sama dan manfaat-manfaat lainnya.

Dalam berinteraksi dengan manusia lain, kita tidak boleh berat sebelah. Misalnya, suatu hari Aldi meminta bantuan kepada Subhan untuk membenahi sepeda motornya yang rusak. Subhan pun membantunya. Namun di lain hari ketika Subhan meminta bantuan kepada Aldi untuk mengantarnya ke suatu tempat, Aldi menolaknya karena alasan yang tidak jelas. Maka itu tidak diperbolehkan karena Aldi hanya mau memanfaatkan kebaikan dari Subhan saja. Interaksi seperti ini nantinya akan menyebabkan suatu ketimpangan sosial, di mana hanya ada salah satu individu yang mendapatkan manfaat dari beberapa individu.

Kita dapat mengetahui bahwasanya perilaku yang Aldi lakukan di atas merupakan salah satu bentuk perilaku egois atau acuh tak acuh terhadap orang lain. Acuh tak acuh merupakan salah satu sifat yang tidak disukai oleh Nabi Muhammad SAW. Bagaimana mungkin Nabi Muhammad SAW menyukai perilaku tercela (dalam hal ini acuh tak acuh), sedangkan beliau adalah sebaik-baik manusia yang ada di muka bumi ini. Beliau juga sebagai uswatun hasanah (suri tauladan bagi umatnya). Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Ahzab [33]:21 yang berbunyi:

لَّقَدۡ كَانَ لَكُمۡ فِي رَسُولِ ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٞ لِّمَن كَانَ يَرۡجُواْ ٱللَّهَ وَٱلۡيَوۡمَ ٱلۡأٓخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرٗا ٢١

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab [33]:21)

Sudah seyogyanya bagi kita untuk saling tolong-menolong kepada orang lain, baik kepada yang sepantaran kita, yang lebih muda maupun kepada yang lebih tua dari kita, baik kepada sesama muslim ataupun kepada non muslim. Jangan sampai kita pilih kasih dalam melakukan suatu kebaikan. Karena sejatinya agama Islam ini adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin. Maknanya adalah bahwasanya dalam agama Islam, kita diajari untuk menjadi sesorang yang penuh rahmat bagi kehidupan di sekitar kita. Rahmat yang dimaksud di sini dapat berupa saling tolong-menolong, saling menghargai, dan sebagainya. Bagaimana jika kita sebagai umat Islam tidak bisa menjadi rahmatan lil ‘alamin bagi sekitar kita? Yang pasti itu merupakan sebuah kerugian yang sangat besar bagi kita. Hal itu sudah termaktub dalam firman Allah SWT QS. Al-‘Ashr [103]:1-3 yang berbunyi:

وَٱلۡعَصۡرِ ١  إِنَّ ٱلۡإِنسَٰنَ لَفِي خُسۡرٍ ٢  إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلۡحَقِّ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلصَّبۡرِ ٣

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al-‘Ashr [103]:1-3)

Kewajiban tolong-menolong dalam agama Islam

Allah SWT telah memerintahkan kepada kita sebagai umat Islam agar saling tolong-menolong kepada sesama manusia. Perintah Allah SWT tentang kewajiban tolong-menolong terdapat dalam QS. Al-Maidah [5]:2 yang berbunyi:

… وَتَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡبِرِّ وَٱلتَّقۡوَىٰۖ وَلَا تَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٰنِۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ ٢

“… Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Maidah [5]:2)

Dari ayat tersebut telah jelas bahwasanya Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk saling tolong menolong dalam al-birru dan at-taqwa. Dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwasanya yang dimaksud dengan al-birru (kebajikan) adalah dengan senantiasa tolong-menolong dalam berbuat kebaikan, serta at-taqwa (takwa) adalah dengan senantiasa meninggalkan segala bentuk kemungkaran.

Lalu Allah SWT juga melarang kita untuk tolong-menolong dalam al-itsmu dan al-‘udwan. Ibnu Jarir dalam Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan makna dari al-itsmu (dosa) di sini adalah meninggalkan segala sesuatu yang seharusnya Allah SWT perintahkan untuk mengerjakannya. Sedangkan al-‘udwan (pelanggaran) berarti melanggar apa yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.

Tolong-menolong sebagai salah satu bentuk takwa kepada Allah SWT

Tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah. Ya. Pasti kita sudah tidak asing dengan istilah tersebut, di mana maknanya adalah bahwasanya orang yang memberi itu derajatnya lebih tinggi dari orang yang menerima. Jika sudah mengetahuinya, maka sudah seyogyanya bagi kita untuk bercita-cita untuk menjadi orang dengan tangan di atas. Tangan di atas di sini tidak hanya dipraktikkan dalam hal bersedekah, namun juga dapat diaplikasikan dalam hal tolong menolong sehingga nantinya akan memunculkan sebuah manfaat bagi orang lain. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah [2]:177 yang berbunyi:

لَّيۡسَ ٱلۡبِرَّ أَن تُوَلُّواْ وُجُوهَكُمۡ قِبَلَ ٱلۡمَشۡرِقِ وَٱلۡمَغۡرِبِ وَلَٰكِنَّ ٱلۡبِرَّ مَنۡ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ وَٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ وَٱلۡكِتَٰبِ وَٱلنَّبِيِّ‍ۧنَ وَءَاتَى ٱلۡمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ ذَوِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَٰمَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينَ وَٱبۡنَ ٱلسَّبِيلِ وَٱلسَّآئِلِينَ وَفِي ٱلرِّقَابِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ وَٱلۡمُوفُونَ بِعَهۡدِهِمۡ إِذَا عَٰهَدُواْۖ وَٱلصَّٰبِرِينَ فِي ٱلۡبَأۡسَآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَحِينَ ٱلۡبَأۡسِۗ أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ صَدَقُواْۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُتَّقُونَ ١٧٧

Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah [2]:177)

Dalam ayat tersebut, Allah SWT menyebutkan bahwasanya ciri-ciri orang yang bertakwa adalah orang yang senantiasa meringankan beban penderitaan saudaranya, salah satunya yakni dengan mempermudah urusannya dan menolongnya ketika dalam kesulitan. Sehingga dengan perilaku-perilaku tersebut, akan menjadikan kita sebagai makhluk Allah SWT yang senantiasa bertakwa kepada-Nya.

Keutamaan yang diberikan Allah bagi orang yang gemar tolong-menolong

Tolong-menolong merupakan perilaku yang sangat disukai oleh Alah SWT. Karena itulah Allah SWT pasti akan memberikan keutamaan bagi hamba-Nya yang gemar tolong-menolong kepada orang lain. Dalam sebuah hadits yang masyhur:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ نَـفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُـرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا ، نَـفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُـرْبَةً مِنْ كُـرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَـى مُـعْسِرٍ ، يَسَّـرَ اللهُ عَلَيْهِ فِـي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ، وَمَنْ سَتَـرَ مُسْلِمًـا ، سَتَـرَهُ اللهُ فِـي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ، وَاللهُ فِـي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ

“Dari Abu Hurairah ra, Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang Mukmin, maka Allah akan melapangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Siapa memudahkan (urusan) orang yang kesulitan, maka Allah memudahkan baginya (dari kesulitan) di dunia dan akhirat. Siapa menutupi (aib) seorang Muslim, maka Allâh akan menutup (aib)nya di dunia dan akhirat. Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya.” (HR. Muslim)

Dalam hadits di atas Allah SWT membeberkan beberapa pesan penting terkait tolong-menolong kepada sesama manusia. Allah SWT akan melapangkan kita dari satu kesusahan di hari kiamat nanti jika kita melapangkan satu kesusahan dari orang lain ketika kita masih di dunia. Lalu Allah SWT juga akan memberikan kemudahan bagi kita di dunia dan di akhirat jika kita mempermudah urusan orang lain ketika di dunia. Kemudian Allah SWT akan menutupi aib (keburukan) kita di dunia dan di akhirat jika kita menutupi aib saudara kita. Semua itu merupakan balasan yang diberikan oleh Allah SWT karena kita senantiasa  menolong saudara-saudara kita yang membutuhkan bantuan.

Hadits yang lain menyebutkan bahwa suatu ketika ada seorang laki-laki yang datang kepada Rasulullah SAW. Lalu ia bertanya: wahai Rasulullah, siapa orang yang paling dicintai oleh Allah? Dan apa amalan yang paling dicintai oleh Allah? Rasulullah SAW. pun menjawab:

أحبُّ الناسِ إلى اللهِ تعالى أنفعُهم للناسِ وأحبُّ الأعمالِ إلى اللهِ عزَّ وجلَّ سرورٌ يُدخلُه على مسلمٍ أو يكشفُ عنه كُربةً أو يقضي عنه دَينًا أو يطردُ عنه جوعًا ولأن أمشيَ مع أخٍ في حاجةٍ أحبُّ إليَّ من أن أعتكفَ في هذا المسجدِ ( يعني مسجدَ المدينةِ ) شهرًا. (رواه الطبراني)

”Orang yang paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat untuk orang lain. Dan perbuatan yang paling dicintai Allah adalah memberi kegembiraan seorang mukmin, menghilangkan salah satu kesusahannya, membayarkan hutangnya, atau menghilangkan rasa laparnya. Dan aku berjalan bersama saudaraku untuk memenuhi kebutuhannya itu lebih aku cintai daripada beri’tikaf di masjid Nabawi selama sebulan.” (HR. Thabrani).

Dari hadits di atas kita tahu bahwasanya jika suka menolong orang yang memerlukan bantuan, maka Allah SWT akan mencintainya, bahkan rasa cinta-Nya melebihi kecintaan Allah SWT kepada orang yang beri’tikaf di masjid Nabawi selama satu bulan.

Begitu pentingnya perilaku tolong-menolong dalam kehidupan sehari-hari, sehingga sudah sepatutnya bagi kita untuk memulai kebiasaan tolong-menolong sejak dini. Karena dengan tolong-menolong, kehidupan kita akan menjadi tenang, tenteram, nyaman, guyub rukun dan pastinya hidup akan terasa indah.

Demikian karya tulis yang bisa saya buat. Semoga bisa bermanfaat bagi saya pribadi khususnya dan para pembaca pada umumnya. Jika terdapat salah kata dalam karya tulis yang saya buat ini, saya meminta maaf sebesar-besarnya.

Referensi:

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online. Diakses melalui https://kbbi.web.id/makhluk pada tanggal 20 Februari 2020.

Abdullah. 2003. Tafsir Ibnu Katsir Jilid 3. Bogor: Pustaka Imam asy-Syafi’i.

Safitra, K. 2018. Hukum Tolong Menolong Dalam Islam Beserta Anjurannya. (https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-tolong-menolong-dalam-islam diakses 21 Februari 2020).

Luhur, A. B. 2017. Keistimewaan Gemar Menolong Orang Lain. (https://islam.nu.or.id/post/read/76171/keistimewaan-gemar-menolong-orang-lain diakses 21 Februari 2020).

 


0 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *