Pernikahan dan Modernisasi

Published by Ponpes Anwarul Huda on

 

Oleh: Fahmi Fardiansyah

 “Hai manusia bertakwalah kamu kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari satu diri dan menciptakan daripadanya istrinya lalu mengembangbiakkan dari kedua mereka itu laki-laki yang banyak dan wanita.” (Q.S an-Nisa’ (4) ayat 1)

Fakta lapangan menunjukkan bahwa kebanyakan manusia di era modern ini enggan melakukan pernikahan. Dengan beralaskan kesetaraan gender, mereka menganggap pernikahan bukan suatu hal yang urgen. Pernikahan hanyalah sekedar pilihan bukan tujuan. Dengan menjunjung tinggi kesetaraan gender, mereka beralaskan tiga pandangan:

  1. Penekanan pada peran gender tradisional (psikologi berasumsi masalah perempuan akan terselesaikan melalui perkawinan atau dengan menjadi istri yang baik).
  2. Bias dalam harapan-harapan atau sikap-sikap yang merendahkan perempuan (menganggap tidak pantas) sikap asertif dan aktualisasi diri perempuan dan menekankan pentingnya ciri-ciri dependensi dan positivitas bagi perempuan yang asertif dan menampilkan dorongan kuat untuk berprestasi sebagai individu yang memiliki penis envy.
  3. Secara langsung maupun tidak langsung mengindikasikan bahwa perempuan adalah obyek seksual laki-laki dan harus menyesuaikan diri dengan peran tersebut.

Perempuan sekarang ingin bebas tidak terikat dan mengejar prestasi dan karier. Laki-laki sekarang ingin tidak terikat dengan aturan pernikahan, ingin bebas dan tercapai keinginan-keinginan. Karena dengan menikah akan mengakibatkan menurunnya produktivitas bekerja personal, sehingga dengan memilih membujang penghasilan menjadi naik dan berkualitas.

Lantas, apakah hal itu bagus untuk kedepannya? Dalam teori Erikson bahwa fase sesudah masa remaja yaitu mengalami masa penemuan identitas seseorang sekaligus memasuki masa dewasa awal yang ditandai oleh penemuan intimitas atau isolasi, maka seseorang tinggal mengalami dua fase lagi yang meliputi sebagian besar masa hidup seseorang. Dalam fase ini orang bertanggung jawab terhadap generasi berikutnya.

Sehingga membujang adalah jalan salah menurut pandangan psikologi, karena dengan menikah adalah cara untuk meneruskan keberlangsungan fase hidup manusia. Setiap personal memiliki tanggung jawab terhadap generasi berikutnya baik dari segi meneruskan keturunan, mendidik, dan mewariskan.

Bagaimana dengan Islam memandang hal ini? Dengan menikah akan menghasilkan keturunan, menundukkan mata, dan menjaga farji. Andaikan pernikahan sudah tidak mau dilakukan, tidak terbayang menurunnya angka natalitas manusia, libido manusia memuncak tanpa adanya penyalurnya, dan tidak adanya jaga diri dari farji menyebabkan merajalelanya prostitusi dan candu masyarakat lainnya yang mengakibatkan banyak anak di masa depan yang tidak jelas ayah dan ibunya.

Tujuan perkawinan menurut Islam ialah untuk memenuhi petunjuk agama dalam rangka mendirikan kelaurga yang harmonis, sejahtera , dan bahagia. Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota kelaurga, sejahtera artinya terciptanya ketenangan lahir dan batin disebabkan terpenuhinya keperluan hidup lahir dan batinnya, sehingga timbullah kabahagiaan, yakni kasih sayang antar anggota keluarga.

Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri manusiawi yang perlu mendapat pemenuhan. Dalam pada itu manusia diciptakan oleh Allah untuk mengabdikan dirinya kepada Khaliq penciptanya dengan segala aktivitas hidupnya. Pemenuhan naluri manusiawi manusia yang antara lain keperluan biologisnya termasuk aktivitas hidup, agar manusia menuruti tujuan kejadiannya, Allah mengatur hidup manusia dengan aturan perkawinan.

Imam Ghozali menyampaikan faedah menikah:

  1. Mendapatkan dan melangsungkan perkawinan.
  2. Memenuhi hajat manusia untuk menyalurkan syahwatnya dan menumpahkan kasih sayangnya.
  3. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan.
  4. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak serta kewajiban, juga bersungguh-sungguh unutk memperoleh harta kekayaan yang halal.
  5. Membangun rumah tannga untuk membentuk masyarakat yang tenteram atas dasar cinta dan kasih sayang.

0 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *