Peka Itu Cerdas Namun Cerdas Belum Tentu Peka
Oleh: Muhammad Luthfiansyah
✿ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ ✿
✿ اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ﷺ ✿
Pada zaman modern ini, teknologi pun sudah semakin canggih dengan berbagai macamnya. Teknologi yang semakin canggih tersebut menimbulkan sisi positif juga sisi negatif. Contohnya pada saat ini kita sepertinya tidak akan bisa terlepas dari sebuah gadget yang kita miliki, rasanya seperti tidak ada kehidupan bila tidak memegangnya entah untuk berkomunikasi atau hanya sekedar membuka buka suatu aplikasi yang ada di dalamnya. Adanya gadget tersebut memang mempermudah kita dalam melakukan kegiatan kita sehari –hari, namun dibalik kemudahan tersebut ada sisi negatif yang akan diterima.
Dampak negatif yang kemungkinan akan muncul diakibatkan oleh teknologi yang sudah semakin canggih diantaranya yaitu kurangnya masyarakat untuk bersosial satu sama lain. Sudah merupakan qudrah nya manusia untuk bersosial baik dengan keluarga maupun orang yang belum dikenalnya sekalipun. Karena manusia memang diciptakan oleh Allah SWT untuk saling melengkapi satu sama lain. Seperti dalam hadits Rasulullah.saw. bersabda; “Orang mu’min terhadap orang mu’min lainnya saling menguati satu dengan yang lainnya”.
Selain itu, Nabi Muhammad saw mendapatkan wahyu pertama yakni iqro’ yang artinya “bacalah”. Wahyu tersebut mempunyai makna tersendiri dimana “bacalah” di sini tidak melulu memerintahkan membaca suatu tulisan atau bahkan sebuah buku. Karena pada zaman tersebut Nabi Muhammad saw merupakan ummi yang tidak bisa membaca. Maka pengertian “bacalah” disini menjadi luas, sehingga dapat diartikan pula sebagai merasakan apa yang ada di sekitar kita baik itu berupa lingkungan maupun keadaan orang lain.
Kelezatan Iman apabila sudah mampu dirasakan oleh seorang mukmin dalam diri kepribadiannya akan menjelma menjadi pribadi sosial yang sangat menawan serta terdapat kekhusyukan diri. Khusyuk diri yang dimiliki seorang mukmin akan berdampak pada kontribusi sosial dan keharmonisan sosial. Kemudian akan terbentuk interaksi kita pada lingkungan sekitar kita yakni adanya hasasiyah (kepekaan) yang kuat terhadap permasalahan yang terjadi di dalamnya. Perhatian dan fokus kita terhadap lingkungan pun akan tersambung dengan nilai-nilai kebenaran Islam. Salah satu contoh sebagaimana yang dilakukan oleh baginda Rasulullah saw pada keluarga dan masyarakatnya. Beliau dengan gigih telah mempengaruhi pamannya, Abu Thalib, untuk memeluk Islam hingga detik-detik akhir hidup sang paman. Beliau telah menyeru bani-bani Quraisy pada waktu itu seraya berkata di atas bukit Shafa: “Wahai Bani Quraisy, selamatkanlah dirimu dari api neraka, wahai Bani Ka’ab, selamatkanlah dirimu dari api neraka, wahai Fathimah, selamatkanlah dirimu dari api neraka.” (H.R. Muslim)
Begitu pula beliau telah terlibat langsung dalam peristiwa-peristiwa besar yang terjadi pada masyarakatnya sebelum nubuwah seperti berperan aktif dalam perang fijar (peperangan yang terjadi antara Quraisy bersama Kinanah dengan Ais Qailan), ada pula Hilful Fudlul (kesepakatan untuk melindungi orang-orang yang terzhalimi dan pembangunan Ka’bah). Namun kenyataannya bahwa tak sedikit dari kita yang kurang merasa peduli terhadap sekitar, padahal dampak selanjutnya kemungkinan akan fatal. Contohnya mulai dari hal kecil seperti membiarkan adanya batu di tengah jalan yang mungkin akan berdampak fatal bagi pengguna jalan, sampai pada mulai berkurangnya sifat kepedulian dan tolong menolong bila tetangga atau sahabat yang sedang tertimpa musibah atau sedang mengalami kesulitan.
Baca juga: pentingnya harmonisasi kekeluargaan
Dengan demikian, pada masa ini perlu adanya pengetahuan bagaimana caranya menjadi pribadi yang peka terhadap orang lain maupun lingkungan di sekitar kita, diantaranya yaitu;
Pertama, menyadari isyarat sosial tentang emosi. Emosional menjadi suatu hal penting dalam kepekaan. Karena dengan mengendalikan emosi diri sendiri serta mengetahui emosi orang lain maka kita akan memahami kondisi dari orang lain. Beberapa cara efektif memahami dengan; memperhatikan wajah orang lain, karena dengan wajah kita dapat menentukan apakah seseorang itu sedih, marah, kesepian atau sakit, mulailah untuk memperhatikan wajah orang tersebut lebih dekat. Kemudian dengan mempelajari tanda-tanda kesedihan serta menyadari tanda-tanda ketakutan pada orang lain. Menjadi peka ketika orang lain sedang merasa sedih atau ketakutan dapat membantu mengubah perilaku kita. Selanjutnya dengan mempertimbangakan gerakan dan postur tubuh serta memikirkan tentang nada suara yang tepat untuk berkomunikasi. Kebanyakan orang secara alami akan menyesuaikan gerakan postur tubuh serta nada suara mereka dengan kondisi yang mereka alami. Maka dengan cara tersebut kepekaan akan sedikit meningkat.
Kedua, mendengarkan pembicaraan dengan rasa empati. Klarifikasi terhadap apa yang kita pahami dan kita dengar dengan apa yang orang lain katakan. Menyimpulkan apa yang dikatakan orang lain akan memungkinkan kita untuk berbagi pemahaman serta dapat membantu mencegah kesalahpahaman. Kemudian berikan perhatian penuh kepada orang yang sedang berbicara. Perhatian penuh yang kita berikan kepada orang lain juga akan meningkatkan kepekaan kita terhadap perasaan orang lain. Selanjutnya kita harus mendengarkan tanpa menghakimi, menggunakan tata krama dan sopan santun. Menjadi orang yang sopan dan menyenangkan kepada orang lain adalah cara yang tepat untuk menghormati orang tersebut sehingga akan terbangun kepekaan dalam diri kita.
Ketiga, biasakanlah berbicara dengan tutur kata yang baik. Pembicaraan dengan baik diantaranya yaitu; mengajukan pertanyaan. Mengajukan pertanyaan memungkinkan orang lain secara tidak langsung untuk tahu bahwa kita menghargai pikiran dan perasaannya. Namun, tak lupa pula kita harus mau menerima kritikan. Ketika kita menerima kritikan, pastikan untuk membuang semua rasa negatif atau mengimbanginya dengan perasaan positif yang lebih besar darinya. Kemudian hindari kata-kata hampa dan klise serta usahakan untuk menggunakan bahasa tubuh untuk berkomunikasi. Komunikasi non verbal kita akan lebih penting bagi orang lain daripada apa yang kita sampaikan.
Keempat, menjaga perasaan diri sendiri. Point keempat ini merupakan yang paling penting dari point lainnya. Karena apabila kita ingin menjadi orang yang peka terhadap orang lain, kita dapat memulainya dengan menyadari perasaan kita sendiri. Selain itu kita juga perlu belajar kemampuan untuk mengatasi masalah. Ketika kita melihat tanda-tanda emosi yang kuat, kita harus tahu cara untuk mengelola perasaan kita agar tidak terlalu terbawa oleh perasaan. Selanjutnya kita harus dapat melindungi diri sendiri. Jika kita merasa mulai kelelahan, tidak masalah untuk beristirahat. Kemampuan kita untuk peka terhadap perasaan orang lain akan berkurang jika kita tidak mampu mengurus perasaan kita sendiri.
Sebenarnya kepekaan harus mulai dilatih dari sejak kecil, karena anak akan berkembang lebih baik dan tumbuh dengan cerdas. Karena terbukti bahwa diantara beberapa faktor yang menyebabkan anak menjadi cerdas adalah sensitifitas atau kepekaan. Peka yang dimaksud disini bukan berarti anak menjadi cengeng atau minder, tetapi lebih kepada cepat tanggap dengan hal-hal yang terjadi di sekitarnya. Mengapa anak harus peka? karena dengan menjadi peka anak akan memperhatikan dan mempelajari hal-hal yang terjadi disekitarnya. Dengan peka anak mempelajari bahwa benda jatuh karena adanya gravitasi bumi (logika), dengan peka anak pun akan mempelajari bagaimana berempati (sosial), dengan peka anak belajar mencari solusi bagi masalahnya (problem solving) dan yang lebih penting lagi yakni dengan peka anak pun bisa lebih mengenal Tuhannya (spiritual).
Dengan demikisn, melatih kepekaan anak sejak dini sangatlah penting, dengan dibarengi mempelakari cara untuk mengelola kepekaan tersebut. Hal yang paling mudah selain penjelasan di atas yang dilakukan untuk melatih kepekaan anak adalah dengan memberinya stimulus yakni memberinya pertanyaan yang memancing rasa keingintahuanya. Intinya, anak cerdas bukanlah diukur dari seberapa bagus nilai rapor akademisnya, tetapi lebih kepada ketrampilan anak dalam mengenali diri dan lingkungannya yang akan menjadikan anak lebih dekat dengan Tuhannya, mampu mengatasi masalah dalam kehidupannya dan mampu memberi manfaat untuk orang-orang disekitarnya.
Kepekaan ini merupakan skill yang sangat penting untuk dimiliki. Mereka harus punya skill ini agar dapat memahami secara utuh orang-orang dengan kepribadian dan masalah yang berbeda-beda. Mengembangkan empati serta terkhusus pada keterampilan memahami orang lain, tidak hanya penting untuk hubungan interpersonal diri sendiri. Hal ini juga dapat memiliki dampak yang lebih luas. Orang yang peka itu orang yang cerdas. Sebagai penutup ada satu pepatah dari Arab yang artinya : “Orang pintar itu cukup diberi isyarat”.
0 Comments