MENSYUKURI NIKMAT DAN MENIKMATI SYUKUR
Oleh: Fitri Hiidayatullah
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (QS. Ibrahim : 7 )
Alangkah beruntung para hamba tatkala diberi kenikmatan oleh-Nya diantaranya berupa melindungi mereka dari berbagai bisikan setan, hati mereka dilindungi dari tebalnya debu maksiat, menerima dan melaksanakan perintah-Nya seraya menjauhi larangan-Nya, mendapatkan harta yang melimpah, kedudukan yang tinggi, ilmu yang luas, dan keturunan yang baik, bahkan ketika kita secara dzahir tertimpa musibah pun pasti terdapat kenikmatan dan hikmah yang patut kita syukuri, seperti saat apa yang kita harapkan tidak terlaksana atau gagal namun dikemudian hari menjadi nikmat bagi kita. Dari kenikmatan-kenikmatan yang dikaruniakan tadi sungguh sebenarnya semuanya itu dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala, sebagaimana firman-Nya :
“Dan tidaklah semua nikmat yang ada padamu (sekalian) kecuali dari Allah …”. (QS. An-Nahl : 53).
Imam Jalaluddin As-Suyuthi dan Imam Jalaluddin Ahmad Al-Mahalliy menerangkan dalam Kitab Tafsir Jalalain bahwa makna potongan QS An-Nahl : 53 diatas adalah “bahwa tiada yang dapat mendatangkan kenikmatan apapun selain (Dia) Allah Subhanahu Wa Ta’ala”. Dengan demikian bahwa sudah jelas ketika kita menerima kenikmatan baik sedikit ataupun banyak seyogyanya yang pertama kita ingat dan kita puji adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala, bukan yang lain serta menggunakan kenikmatan itu hanya karena-Nya semata. Sungguh masih banyak diantara nikmat-Nya yang tidak semua kita sadari, kemudian jika kita hitung berapa nikmat agama dan nikmat dunia yang kita dapat dari-Nya niscaya kita tidak akan sanggup menghitungnya. Sebagaimana firman-Nya :
“Dan jika kalian menghitung-hitung nikmat Allah, Niscaya kalian tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar maha pengampun lagi maha penyayang” (QS. An-Nahl : 18)
Maka apabila kita sudah mengetahui betapa banyaknya nikmat yang diberikan kepada kita serta mengaku sebagai orang yang beriman kepada-Nya patutlah kita memuji dengan banyak bersyukur kepada-Nya. Sebagaimana riwayat dari sahabat Anas Radliyallahu‘anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Salam bersabda :
“Iman itu terbagi menjadi dua bagian, setengah sabar dan setengah Syukur” (H.R Baihaqi : dalam Kitab Risalatul Mu’awanah)
Mengenai Bersyukur atas nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala, Al-Faqih Abu Laits As-Samarqandi dalam kitab Tanbihul Ghafilin menyatakan bahwa dari dulu hingga sekarang bersyukur adalah ibadah dari Malaikat, para Nabi, para Manusia dan segenap makhluk di alam semesta ini, serta ibadah para ahli surga karena disebutkan oleh beliau bahwa ketika Nabi Adam ‘alaihissalam bersin beliau mengucapkan “Alhamdulillah”. Ketika Nabi Nuh ‘alaihissalam dan para pengikutnya diselamatkan dari bahaya banjir besar beliau juga mengucap “Alhamdulillahi ladzii najjana minal qoumidh dholimiin” yang artinya segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan kami dari kaum yang dzalim. Ucapan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam saat dikaruniai keturunan yang shalih sebagaimana termaktub dalam Al-Quran :
“Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan di masa tuaku Ismail dan Ishak, sungguh Dia benar-benar Maha yang memperkenankan doa”. (QS Ibrahim : 39).
Kemudian Pujian yang diucapkan oleh Nabi Daud ‘alaihissalam dan Nabi Sulaiman ‘alaihissalam kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yaitu :
“Segala puji bagi Allah yang telah melebihkan kami dari semua hamba-nya yang mukmin”. QS An-Naml : 15.
Lantas bagaimana kita sebagai seorang hamba mengungkapkan rasa syukur kita kepada-Nya agar kita bisa terus memelihara rasa syukur kita sebagai golongan orang-orang yang bersyukur? Apakah bersyukur itu hanya sebatas dengan ucapan Alhamdulillah saja ? Mengenai hal ini terdapat sebuah riwayat Sahabat Abu Hurairah Radliyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Saw bersabda:
“Apabila seseorang diantara kalian meminta kepada Rabbnya suatu permintaan, lalu ia mengetahui bahwa permintaannya itu dikabulkan, maka hendaknya ia megucap : Alhamdulillahilladzi bini’matihi tatimmusshaalihaat, dan apabila ia merasa bahwa permintaannya itu ditangguhkan, maka hendaknya ia mengucapkan : Alhamdulillahi ‘ala kulli haal” (H.R Imam Baihaqi dalam kitab Mukhtarul Ahaadits)
Kemudian disebutkan juga mengenai syukur juga bisa dilakukan dengan perilaku atau yang berhubungan dengan sikap kita seperti yang tertulis dalam kitab Tanbihul Ghafilin. Dari sahabat Amr bin Syu’aib bahwasanya Nabi Saw bersabda :
“Terdapat dua sifat, dimana jika dimiliki oleh seseorang berarti ia termasuk golongan orang-orang yang bersyukur yaitu manakala melihat orang lain (dalam urusan agamanya) maka ia menganggapnya lebih tinggi dari dirinya, sehingga ia dapat mengambil teladan dan mengikuti jejaknya. Manakala melihat orang lain (dalam urusan dunianya) maka ia menganggap lebih rendah dari dirinya, sehingga ia akan lebih pandai melihat nikmat yang telah diberikan Allah kepadanya”
Berdasarkan kedua Hadits diatas kita dianjurkan agar memperbanyak membaca hamdalah, atau bersyukur kepada-Nya dengan lisan ketika kita doa atau permintaan kita dikabulkan, dan apabila doa kita ditangguhkan maka minimal kita juga harus membaca hamdalah, karena yang demikian itu adalah merupakan kebijaksanaan-Nya yang kita tidak tahu hikmah dibalik ditangguhkan atau tidak dikabulkannya permintaan kita. Selanjutnya terkait sikap kita agar senantiasa selalu bersyukur maka dalam urusan agama dan pengetahuan hendaknya kita selalu menatap dan meneladani sikap perilaku orang-orang yang lebih ‘alim, berakhlak baik dan berbudi luhur dari kita, sebab dengan demikian kita akan mengambil pelajaran dari mereka dalam urusan menyikapi nikmat Allah Subhanahu’ wa Ta’ala, namun dalam hal duniawi kita harus senantiasa melihat orang-orang yang dibawah kita, lebih lemah serta kurang mampu daripada kita, supaya kita terhindar dari sikap tidak pernah merasa puas.
Selanjutnya sebagai seorang hamba, alangkah baiknya kita selalu menikmati rasa syukur kita dengan selalu menganggap semua hal yang terjadi kepada kita adalah nikmat dari-Nya dan selalu menerima seraya tidak mengeluh terhadap masalah dan musibah yang menimpa kita, serta selalu melakukan amar ma’ruf nahi munkar dengan ikhlas semampu kita. Sebab terkadang banyak dari kita yang sudah mengucap hamdalah sebagai ungkapan rasa syukur namun dalam hati kita masih mengharapkan sesuatu yang lebih dan masih menyesali apa yang sudah terjadi. Oleh karena itu sebagai seorang Muslim marilah kita selalu senantiasa bersyukur kepada-Nya dan jangan pernah sekali-kali tidak menikmati rasa syukur kita kepada-Nya dalam keadaan apapun, baik keadaan bahagia atau bersedih, baik saat mendapat rezeki atau tertimpa musibah, dan ketika sehat atau sakit. Bersyukurlah atas pekerjaan kita, kesehatan kita, keluarga kita atau apapun yang dapat kita syukuri, karena yang demikian itu pahalanya sangat berlimpah. Sebagaimana hadits Rasulullah Saw :
Membaca kalimat Alhamdulillahirabbil’alamiin (bersyukur) pahalanya sama dengan isi antara langit dan bumi (H.R Muslim)
Bersyukurlah lebih banyak dan percayalah hidup kita akan lebih mudah dan ketenangan senantiasa selalu bersama kita, karena kita dapat melihat hal-hal yang selama ini mungkin luput dari pandangan kita karena terlalu sibuk mengeluh ketika ditimpa musibah. Semakin banyak kita bersyukur atas apa yang kita miliki, maka semakin banyak hal yang akan kita miliki untuk disyukuri sehingga menjadikan tenangnya pikiran dan hati. Namun ketika semakin banyak kita mengeluh atas masalah yang kita alami, maka jangan heran jika rasanya semakin banyak masalah yang kita alami untuk dikeluhkan sehingga membuat resahnya pikiran dan hati. Jadi mari selalu mensyukuri nikmat-Nya dan menikmati rasa syukur kepada-Nya, maka Insya Allah semua itu akan menjadi berkah bagi kita. Amin.
0 Comments