BULAN SYA’BAN: BULAN SARANA KOREKSI DIRI (Refleksi Psikologis Bulan Laporan Amal)

Published by Ponpes Anwarul Huda on

Muhammad Jamaluddin Ma’mun1

”Hai orang orang yang beriman bertakwalah kamu sekalian kepada Allah, dan
hendaklah setiap diri, mengoreksi (mengevaluasi) kembali atas apa yang telah dilakukan untuk menata hari esok. Dan bertakwalah kamu sekalian kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kalian kerjakan (Q.S. al Hasyr:59:18)”

“…….Bulan Sya’ban adalah bulan laporan amal kepada Allah. Maka saya senang amal saya dilaporkan sementara saya dalam kondisi berpuasa” (H.R Imam an-Nasai)

Setelah kita melewati bulan rojab sebagai bulan pensucian raga, maka tibalah kita di bulan yang digambarkan sebagai bulan penyucian hati, yaitu bulan sya’ban, salah satu asyhurul hurum bulan yang dimuliakan oleh Allah SWT. Karena di bulan (sya’ban) ini terdapat banyak peristiwa yang perlu dikenang oleh umat muslim sedunia. Diantara peristiwa tersebut adalah peristiwa beralihnya kiblat umat muslim saat menjalankan sholat dari arah Baitul Maqdis, Palestina ke Ka’bah , Makkah Al Mukarromah Peristiwa ini terjadi setelah Rosul ullah SAW setiap hari berdoa tiada henti untuk meminta petunjuk dengan menengadahkan wajahnya ke langit sambil menunggu turunya perintah pindah kiblat tersebut. Peristiwa juga diabadikan Allah dalam Alquran surat Al Baqoroh ayat 144, ” Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya” 

Peristiwa lain yang terjadi di bulan sya’ban adalah peristiwa ketika Rosullah SAW sedang berjalan jalan dengan malaikat Jibril dan bertemu dengan sebuah batu besar yang membuat Rosulullah penasaran akan isi dari batu tersebut. Setelah Rosulullah berdoa dan diamini oleh malaikat jibril, maka batu tersebut terbelah dan ternyata batu itu berisi seorang manusia yang ada di dalamnya. Kemudian Rosulullah pun bertanya tiga hal pada orang tersebut. Pertama dari golongan apakah dia sesungguhnya?, Kedua sudah berapa lama tinggal di dalam batu tersebut, dan Ketiga apa yang dilakukannya selama ini?. Orang tersebut akhirnya menjawab kalau dirinya adalah sama seperti Rosulullah dari golongan manusia, sudah berada dalam batu itu selama dua ratus tahun dan yang dilakukan hanya beribadah kepada Allah SWT. Lalu Rosulullah pun bertanya lagi, bagaimana ia bisa mendapatkan karomah seperti itu?. Lalu dijawab kalau ia mendapatkan karomah itu karena semasa hidupnya dulu hanya dihabiskan untuk berbakti pada kedua orang tuanya terutama si ibu hingga keduanya meninggal. Namun sebelum si ibu meninggal, orang tersebut sempat meminta doa agar dijadikan sebagai orang yang bisa menjauhi maksiat dan hanya beribadah kepada Allah SWT hingga akhir hayatnya. Setelah kedua orangtuanya meninggal, orang tersebut berjalan-jalan ke atas gunung dan menemukan sebuah batu besar, kemudian didekati batu itu dan ternyata batu itu juga bisa membuka sendiri. Akhirnya orang tadi masuk di dalamnya dan batu tersebut juga menutup lagi hingga 200 tahun lamanya sampai akhirnya Rosulullah juga menemukan batu tersebut. Dari cerita cara mendapatkan karomah (berupa bisa beribadah di dalam batu selama dua ratus tahun) ini, Rosulullah pun merasa ”iri” sama orang tersebut yang bisa beribadah selama itu ketika dikaitkan pada umat beliau yang umurnya hanya berkisar 60-80an tahun. Lalu malaikat Jibril pun mengatakan ”wahai Rosullullah, ada amalan ibadah yang jika dilakukan maka pahalanya akan melebihi pahala ibadah selama dua ratus tahun”. Rosulullah pun penasaran akan ibadah tersebut dan dijawablah oleh malaikat Jibril kalau ibadah itu adalah ibadah di bulan nisfu sya’ban.

Dari peristiwa bertemunya Rosulullah SAW dengan seseorang yang beribadah dalam batu inilah bulan sya’ban diantaranya disebut sebagai bulan penuh kebaikan karena yatasya’abu fihi khoirun katsiir (kebaikan yang bercabang-cabang atau berlipat ganda). Sehingga di bulan sya’ban ini, kita diharapkan bisa meraih kemuliaan, di bulan sya’ban kita diharapkan bisa mendapatkan kemenangan, di bulan sya’ban kita dianjurkan untuk melakukan banyak kebaikan, di bulan sya’ban kita diharapkan memiliki sifat belas kasihan dan di bulan sya’ban, kita diharapkan bisa mendapatkan cahaya penerangan dari Allah SWT. Karena dalam lafadz sya’ban terkandung huruf syin (singkatan dari Syarofatun, yang berarti kemuliaan), huruf ’ain (’Izzun yang berarti kemenangan), huruf ba’ (birrun yang berarti kebaikan), huruf alif (ulfatun yang berarti kelemahlembutan) dan huruf terakhir berupa nun (nuur yang berarti cahaya). Dan inilah salah satu alasan bulan ini dinamakan sya’ban, sebagai bulan yang penuh kebaikan selain bulan-bulan mulia lainnya seperti romadhon dan sebagainya. Sehingga jika kita mau memahami keistimewaan bulan sya’ban dan menyadari bahwa di tahun-tahun berikutnya kita belum tentu dapat bertemu lagi dengannya, niscaya kita akan menggunakan dan memanfaatkan waktu semaksimal mungkin dan sebaik-baiknya di bulan mulia ini dengan melakukan hal-hal diantaranya yang terkandung dalam arti dari tiap huruf sya’ban tersebut di atas, sehingga tujuan dari bulan ini untuk pensucian hati bisa terwujud dan diraih dengan baik.

Namun terlepas dari peristiwa dan atau alasan itu semua, ada peristiwa yang tidak kalah penting yang terjadi di bulan ini. Peristiwa itu adalah peristiwa diangkatnya (dilaporkannya) amal (perbuatan) manusia selama setahun yang telah dilalui ke hadirat Allah SWT. Hal ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan dari Usamah bin Zaid, ia bertanya kepada Rasulullah Saw: “Wahai Rasulullah, saya tidak menjumpai Engkau berpuasa di bulan-bulan yang lain sebagaimana Engkau berpuasa di bulan Sya’ban. Rasulullah menjawab: Itulah bulan yang dilupakan oleh manusia antara bulan Rajab dan bulan Ramadhan. Dan merupakan bulan yang di dalamnya diangkat amalan-amalan kepada Tuhan semesta alam. Dan saya menyukai amal saya diangkat, sedangkan saya dalam keadaan berpuasa”. Dari hadis ini bisa diketahui bahwa amal ibadah kita yang pernah kita lakukan selama sebelas bulan yang lain ini diantaranya akan ditentukan oleh amalan-amalan di satu bulan sya’ban ini, sehingga diharapkan pada bulan ini kita menguatkan ibadah-ibadah wajib kita dengan amalan ibadah sunnah seperti puasa, sedekah dan sebagainya, meskipun sejatinya amal ibadah kita juga telah dilaporkan kepada Allah dalam bentuk laporan harian bahkan mingguan. Bukti dari laporan amal yang dilaporkan setiap harinya adalah hadis Rosulullah SAW yang berbunyi ”amal siang hari dilaporkan di malam hari. Dan amal malam hari di laporkan di siang hari” (HR Muslim). Dalam hadis riwayat Imam Bukhori dan Imam Muslim lainnya juga dijelaskan bahwa ”Malaikat akan datang bergiliran kepada umat manusia, malaikat di malam hari dan malaikat di siang hari. Mereka berkumpul di waktu salat ‘Ashar dan salat Fajar (Shubuh), kemudian mereka naik ke langit. Lalu Allah SWT bertanya, (dan Allah Maha Tahu): ”Bagaimana saat kalian meninggalkan hamba-hambaKu?, Malaikat-malaikat itu menjawab: Kami meninggalkan mereka dalam keadaan salat. Dan kami datangi mereka dalam keadaan salat”. Sementara dasar laporan amal mingguan adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Turmudzi bahwa Rosulullah pernah bersabda, ”amal perbuatan diperlihatkan pada hari Senin dan Kamis. Dan saya senang amal saya dilaporkan (di hari-hari itu) sementara saya dalam keadaan berpuasa”.

Perilaku koreksi diri ini juga banyak dilakukan oleh orang-orang terdahulu mulai
dari para sahabat Nabi hingga para auliyaaillah yang mereka tidak akan menutup harinya kecuali jika mereka sudah mengintrospeksi dirinya masing-masing atas apa yang sudah lakukan dalam seharian, karena Rosulullah sendiri pernah mengingatkan kita bahwa semua yang ada pada diri kita ini akan dimintai pertanggungjawabannya, ”Kedua kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat sehingga ditanya tentang empat perkara: tentang umurnya, untuk apa dihabiskan umurnya itu, ditanya tentang masa mudanya, digunakan untuk apa mas mudanya itu pula, tentang hartanya, dari mana diperoleh dan kemana dihabiskan, dan tentang ilmunya, apa yang sudah dilakukan dengan ilmunya itu” (HR. At-Tirmidzi). Selain itu, sahabat Umar ibn Khotthob juga pernah mengingatkan akan pentingnya kita untuk selalu berintrospeksi diri dengan mengatakan“Haasibu anfusakum qobla an tuhaasabu” (koreksilah diri kalian sebelum kalian dihisab (dikoreksi) pada hari perhitungan amal nanti). Koreksi diri yang kita lakukan ini pula memiliki tujuan lain diantaranya dalam rangka membina pribadi yang lebih baik dan jangan sampai menyesal di kemudian hari sebagai orang yang merugi sebagaimana yang digambarkan Rosulullah dalam hadisnya ”Barang siapa yang hari ini, tahun ini lebih baik dari hari dan tahun yang lalu, dialah orang yang beruntung dan sukses, tapi siapa yang hari dan tahun ini sama hari dan tahun kemarin maka dia orang yang tertipu, dan siapa yang hari dan tahun ini lebih buruk dairpada hari dan tahun kemarin maka dialah orang yang merugi dan terlaknat”.

Dari sedikit penjelasan keistimewaan yang ada pada bulan sya’ban (terutama sebagai bulan dilaporkannya amal) di atas telah mengajarkan pada kita betapa pentingnya kita untuk bisa sadar dengan selalu berkoreksi diri akan amal perbuatan yang telah kita lakukan selama ini, karena kita juga seharusnya menyadari betul bahwa kehidupan yang sesaat ini sebenarnya kuranglah memberikan jaminan lebih baik di masa yang akan datang kecuali jika kita berusaha untuk tidak terlena oleh gemerlapnya dunia yang penuh ujian dan tipuan ini. Oleh karena itu, salah satu media yang bisa dijadikan koreksi diri adalah kita bisa menanyakan pada diri kita masing-masing, apakah kita selama ini sudah menjalankan perintah-perintah dan menjauhi larangan Allah dengan baik dan benar? Apakah kita selama ini juga sudah berjalan di jalanNya? Apakah kita juga sudah mengedepankan kepentingan agama Allah atau malah lebih banyak mengedepankan kepentingan sendiri? Apakah kita sudah beribadah secara hablum minallah atau hablum minannaas dengan baik pula? Atau juga sudah berapa banyak waktu yang kita habiskan hanya untuk foya-foya atau santai-santai saja?. Pertanyaan-pertanyaan inilah yang bisa kita gunakan sebagai sarana koreksi diri tadi, karena dengan adanya koreksi diri yang baik akan menciptakan pribadi-pribadi yang makin hari makin berarti, dengan adanya koreksi diri yang baik akan mencetak pribadi yang antusias dalam melakukan kemanfaatan dan sekaligus dengan koreksi diri akan membentuk pribadi yang tidak akan memandang diri dan anugerah yang diberikan secara negatif.

Marilah di bulan laporan amal ini, kita melihat dan mengintrospeksi kembali apa
yang telah kita lakukan selama ini dan merencanakan apa yang baik yang akan kita lakukan. Jika selama ini banyak kebolongan perilaku dan amal ibadah baik yang sering kita tinggalkan, maka di bulan yang baik ini pula kita sesegera mungkin sadar diri.untuk mengganti kebolongan tadi dengan amal yang lebih diridhoi dan bisa menjadi bekal baik dalam menerima laporan amal sebenarnya yang akan dibagikan pada hari pembalasan nanti. Namun jika selama ini amal ibadah yang kita lakukan sudah sesuai dengan tuntunan dan ajaran yang telah dianjurkan, maka mari sebisa mungkin kita untuk selalu menjaganya secara istiqomah dan meningkatkannya menjadi lebih baik dan lebih berkualitas lagi. Semoga dengan koreksi diri di bulan Rosulullah ini, perilaku dan hati kita bisa terjaga dari kealpaan dan kelalaian, dengan berkoreksi diri, kita bisa terhindar dari keburukan dan perbuatan yang menyesatkan, dengan berkoreksi diri, kita bisa menjadi orang yang nyata dalam bertaqwa, dengan berkoreksi diri, kita bisa mengambil hikmah dari setiap yang ada, dan semoga dengan berkoreksi diri, kita juga bisa menatap hari esok dan meraih masa depan yang lebih baik lagi, karena pada akhirnya merugilah orang-orang yang menghabiskan waktu dan umurnya tanpa berkoreksi diri karena dia akan menjadi pribadi yang tanpa perangai. Semoga Allah memberkati kita di bulan rojab dan sya’ban, dan semoga Allah juga memberikan kita kesempatan bisa ketemu pada bulan yang penuh berkah, bulan romadhan yang dinanti oleh semua makhluk di  alam semseta dan alam samaiyah. Amin. Wallahu a’lam bisshowaab.

1 Pendidik di PPMH, PPAH dan Kaprodi Psikologi UIN MALIKI Malang


0 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *