HUKUM MENYIKAT GIGI KETIKA PUASA

Published by Ponpes Anwarul Huda on

Menyikat gigi telah menjadi kebiasaan seseorang dalam rangka menjaga kebersihan gigi agar tetap putih dan menjaga bau mulut agar tetap segar. Kebiasaan menjaga kebersihan gigi juga tetap berlanjut ketika seseorang berpuasa. Terdapat sebuah hadits yang yang menerangkan bau mulut seseorang ketika puasa yakni:

لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ تَعَالَى مِنْ رِيحِ المِسْكِ

“sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi menurut Allah daripada bau misik.” (Shahih al-Bukhari, III/24)

Meskipun dengan dalil demikian, tidak lantas kemudain membiarkan giginya kotor selama puasa sehingga baunya tidak enak. Logikanya, jika berdasarkan hadits di atas bukankah seseorang yang menjaga kebersihan giginya selama berpuasa lebih wangi dari pada yang tidak menjaga kebersihan giginya menurut Allah?. Banyak cara membersihkan gigi seperti bersiwak seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan juga menyikat gigi seperti yang umum dilakukan oleh orang-orang masa kini dengan pasta gigi.

Dalam syariat islam, menyikat gigi atau bersiwak ketika puasa yang dilakukan sebelum dzuhur mendapat nilai kesunnahan. Sebagaimana yang dijelaskan imam An-Nawawi:

وَ لَا يُكْرَهُ إلَّا لِلصَّائِمِ بَعْدَ الزَّوَالِ

“(Siwak) tidak dimakruhkan kecuali bagi orang yang berpuasa setelah tergelincirnya matahari.” (Minhaj at-Thalibin, hlm. 13).

Namun setelah masuk waktu dzuhur (matahari tergelincir) beberapa ulama berbeda pendapat, sebagaimana yang diungkapkan Syaikh Taqiyuddin al-Hisni:

وَهل يكره للصَّائِم بعد الزَّوَال فِيهِ خلاف الرَّاجِح فِي الرَّافِعِيّ وَالرَّوْضَة أَنه يكره لقَوْله عَلَيْهِ الصَّلَاة وَالسَّلَام (لخلوف فَم الصَّائِم أطيب عِنْد الله من ريح الْمسك) .. وَخص بِمَا بعد الزَّوَال لِأَن تغير الْفَم بِسَبَب الصَّوْم حِينَئِذٍ يظْهر فَلَو تغير فَمه بعد الزَّوَال بِسَبَب آخر كنوم أَو غَيره فاستاك لأجل ذَلِك لَا يكره وَقيل لَا يكره الاستياك مُطلقًا وَبِه قَالَ الْأَئِمَّة الثَّلَاثَة

“Apakah dimakruhkan bersiwak bagi orang yang puasa setelah tergelincirnya matahari? Maka dalam hal ini ada kontradiksi yang unggul pendapat imam ar-Rafi’i dan kitab ar-Raudhah yang berpendapat makruh berdasarkan hadis ‘Sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi menurut Allah daripada bau misik.’…. dan dikhususkan dengan waktu setelah tergelincirnya matahari karena perubahan bau mulut disebabkan puasa terlihat pada waktu tersebut. Maka apabila mulutnya berubah setelah tergelincirnya matahari disebabkan hal lain seperti tidur atau selainnya, kemudian ia bersiwak karena perubahan bau itu maka tidak makruh. Menurut pendapat lain tidak dimakruhkan secara mutlak sebagai penuturan 3 madzhab lain.” (Kifayah al-Akhyar, hlm. 21).

Wallahu A’lam.

Penulis: Wahyu Fahriyan


0 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *