SIAPAKAH ORANG YANG BAHAGIA ITU?
Oleh: M. Bastomi
kebahagiaan adalah sebuah impian dimana semua orang ingin emilikinya, baik muslim maupun kafir. Tidak ada seorang pun yang ingin menderita dalam hidupnya. Namun, tidak semua orang tahu akan kriteria bahagia secara kajfah (sempurna). Dalam Islam, seorang yang bahagia adalah seorang rnukmin sholeh yang selalu taat akan menunaikan hak-hak Tuhannya dan mernenuhi hak-hak akan makhluk lainnya dengan berpedoman kepada syariat, baik dari dalam (batin) ataupun luarnya (dhohir).
Kebahagiaan bukanlah barang komersil yang dapat dihitung dengan pasti akan nilainya. Kadar dari kebahagiaanpun berbeda antara manusia satu dengan yang lainnya. Seorang manusia tidak akan pernah bisa merasakan .kebahagiaan apabila dalam dirinya selalu penuh akan keinginan tiada habis, hingga ia lupa akan bersyukur dengan apa yang telah dimiliki-nya. Orang seperti inilah yang masuk kedalam kategori kufur akan nikmat. la tidak akan merasa puas akan nikmat yang telah didapatnya, karena Al1ah telah mencabut ralunat akan dirinya.
“Katakanlah: Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu dari apa yangmereka kumpu/kan. “(QS. Yunus: 58)
Di dunia ini, kebahagiaan adalah sebuah fatamorgana yang dapat menyesatkan manusia. Kebahagiaan akan menjadi berbahaya apabila seorang manusia menjadi budak olehnya, tanpa bisa megendalikannya. Dan akan menjadi sebuah kemanfaatan apabila kebabagiaan itu mampu mengantarkan manusia kepada kebahagiaan yang hakiki, yaitu babagia dalam akhiratnya. Manusia akan dapat meraih kebahagiaan di akhirat apabila dia mampu mengendalikan kebahagiaan di dunianya, tanpa tertipu daya akan keindahan dunia.
Dalam kitab Nashoihul ‘Thad, ada yang mengatakan bahwa terdapat tiga tanda orang paling bahagia, yaitu:
- Orang yang mempunyai hati alim; di mana seseorang menyadari babwa Allah senantiasa menyertai di mana saja dia berada.
- Berperilaku sabar; dimana seseorang sabar baik dalam menunaikan perintah agama maupun dalam menghadapi bencana.
- Bersikap puas; dimana seseorang menerima apa adanya, sikap puas muncul dikala tidak ada harapan yang lain.
nikmat uang dan waktunya. Seorang yang punya uang namun tidak punya waktu untuk rnenikmatinya, maka orang tersebut tidak bahagia. Dan sebaliknya, seorang yang memiliki waktu luang namun tidak punya uang untuk menikmatinya, maka orang tersebut juga belum bahagia akan waktu luangnya. Berbeda halnya dengan apa yang diajarkan dalam Islam, untuk mencapai kebahagiaan, dapat diperoleh dari kenimatan yang dirasakan atas segala sesuatu. Ali RA berkata, “Kenikmatan ada enam perkara, y aitu lslam , al-Quran, Muh amm a d Rasulullah SAW, sehat wal afiat, tertutup aibnya, dan tidak butuh kepada manusia. ” Bagaimana manusia tidak bahagia apabila dapat merasakan enam kenikmatan yang telah disebutkan di atas?. Sebuah karunia bahwa manusia dapat terlahir dan mati dengan memegang Islam di hatinya, diaukui sebagai ummat Nabi Muhammad yang kelak dapat memberikan syafaat, kesehatan tanpa me n g e luar kan ongkos, tertutupnya keburukan/aib sehingga selamat dari fitnah dunia, serta tidak tergantung pada pertolongan dari manusia lain sehingga hanya kepada Allah lab tempat untuk bergantung.
Hasan al-Bashri mengatakan, “Carilah kenikmatan dan kebahagiaan dalam tiga hal, dalam sholat, berzikir dan membaca Al Quran, jika kalian dapatkan maka itulah yang diinginkan, jika tidak kalian dapatkan dalam tiga ha! itu maka sadarilah bahwa pintu kebahagiaan sudah tertutup bagimu. “
Tanpa berpegang pada agama, manusia tidak mengetahui bahagia yang sebenarnya dan tidak mengetabui cara untuk meraihnya. Meskipun para hartawan menampakkan kebahagiaan atas kekayaan yang dimiliki, namun di lubuk hati terdalam muucul kecemasan, kegalauan, dan penyesalan. Bahagia yang dirasakan tidak manipu mengalahkan rasa khawatir mengenai masa depan mereka, terlebih lagi ketakutan terhadap kematian.
Dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash RA, “Lima hal. jika dimiliki seseorang, maka ia berbahagia di dunia dan di akhi-rat, yaitu pertama, menyebut ‘La llaaha lllallaah Muhammadur Rasulullah’ dari waktu ke waktu; kedua, jika menerima bencana, menyebut ‘Innaa Lillahi wa Inna Ilaihi Raaji’uun, ketiga, jika dianugerahi nikmat, menyebut “Alhamdulillallahi Rabbi”
‘Aalamiin’ sebagai mensyukuri nikmat tersebut; keempat, bila memulai sesuatu, mengucap ‘Bismillahir Rahmaanir Rahiim ‘, dan kelima, jika terlanjur berbuat dosa, mengucap ‘Astaghfirullaahal ‘Adziim wa AtuubuIlaih ‘. “
Jika mayoritas manusia kebingungan mengenai jalan yang harus ditempuh menuju bahagia maka hal ini tidak pernah dialami oleh seorang mukmin, Bagi seorang mukmin jalan kebahagiaan sudah terpampangjelas di hadapannya. Allah SWT telah memberikan banyak kabar gembira kepada mukmin melalui wahyu yang telah disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW bahwa jalan yang telah ditempuh telah benar sesuai yang ditunjukk an Allah. Dan memberikan ancaman sebagai peringatan kepada orang yang lalai kepada Allah atas apa yang telah dilakukannya tidak sesuai dengan petunjuk Allah.
“Adapun orang-orang yang celaka, Maka (tempatnya) di dalam neraka, di dalamnya mereka mengeluarkan dan menarik nafas (dengan merintih), Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang dia kehendaki. Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam surga, mereka kekal di dalamnya selama ada langil dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya. ” (QS. Hud: 106 – 108)
Kebahagiaan seorang mukmin bukanlah kedalaman ilmu yang dimiliki, atau derajat tinggi di mata manusia, rnelainkan semakin dekatnya dengan Allah. Terdapat keikhlasan atas setiap amal yang dilakukannya demi mengharap keridhoan dari Allah. Dan juga sebaliknya, kebahagiaan seorang mukmin akan berkurang apabila berkurang pula kedekatannya dengan Allah. Mukmin sejati pasti tidak memiliki kekhawatiran di dalam hatinya karena menyadari bahwasanya dia memiliki Tuhan yang mengatur segala sesuatu dengan kehendak-Nya.
Kebahagian adalah sebuah hal yang abstrak, tidak bisa diukur dengan angka-angka tertentu dan tidak bisa dibeli dengan rupiah maupun dolar. Seorang manusia tidak akan secara pasti tidak akan mampu untuk memprediksi di mana dan kapan akan mendapat kebahagiaan. Kebahagiaan adalah sebuah kenikmatan yang diberikan Allah kepada hamba-Nya, yang mampu dirasakan oleh hati. Puncak kebahagiaan bersumber dari ketenangan hati dan kenyamanan jiwa. Sudah sepatutnya untuk kita tidak larut dalam kebahagiaan dunia dengan mengesampingkan kebahagian kelak diakhirat
0 Comments