Kasih Sayang Nabi Muhammad saw
Oleh : Nurul Hana Mustofa*
Dan saya tidak mengutusmu (wahai Muhammad) kecuali sebagai kasih sayang bagi seluruh alam semesta. (QS. Al Ambiya’ : 107).
Sebagai seorang muslim yang membaca al-Qur’an dan selalu meningkatkan pemahaman kandungan ayat-ayatnya dari berbagai khazanah tafsir yang tersebar di dunia Islam, menjustifikasi tafsir ayat al-Qur’an dari satu sudut pandang saja dan mengklaim paling benar sendiri, kemudian menuduh yang lain salah adalah suatu kemunduran peradaban Islam yang selama ini dibangun oleh para pendahulu. Tafsiran ayat-ayat al-Qur’an yang begitu beragam seharusnya menjadikan arif (bijaksana) dalam menyikapi problematika yang muncul ditengah-tengah masyarakat yang majemuk. Salah satu ayat yang beragam penafsirnya adalah ayat “Wa Ma ArsalnaaKa Illa Rahmatan Lil ‘Alamin” (Dan saya tidak mengutusmu (wahai Muhammad) kecuali sebagai Kasih sayang bagi seluruh alam semesta. (QS. Al Ambiya’ : 107). Bila dicermati, ayat tersebut sebenarnya penguat diutusnya Nabi Muhammad saw. di dunia ini sebagai penebar rahmat, disamping pula sebagai penyempurna akhlak manusia. Bila Nabi Muhammad sebagai panutan dalam menyampaikan risalah agama Islam, sudah sepatutnya kita harus meniru dan mengikuti akhlaknya dan langkah-langkahnya didalam menyebarkan dan mendakwahkan agama Islam di muka bumi ini.
Ayat di atas, “Wa Ma ArsalnaaKa Illa Rahmatan Lil ‘Alamin” dalam memaknainya perlu mendapat perhatian yang sangat mendalam. Ada dua hal yang sangat penting untuk dijelaskan disini. Pertama, Makna Rahmatan. Dilihat dari segi bahasa (linguistik), rohmatan mempunyai makna kasih sayang, kelembutan dan kepedulian. Dilihat dari dimensi keilmuan gramatikal bahasa arab (tata bahasa arab), khususnya dibidang Morfologi (shorof), kata tersebut berbentuk Masdar dari asal fi’il “Rahima-Yarhamu-Rahmatan” dengan arti menyayangi atau mengasihi, yang mana kata tersebut wajib mengandung waktu kapan menyayanginya, masa lampau, masa sekarang atau masa yang akan datang. Dari segi Sintaksisnya (nahwu), kata tersebut adalah berbentuk isim (masdar) yang digunakan, bukan isim fa’il, bukan isim maf’ul, bila bentuk kedua terakhir ini digunakan, maka masih mengandung makna ruang dan waktu, tetapi Allah lebih memilih menggunakan bentuk masdar yang maknanya tidak ada dimensi ruang dan waktu yang terkandung di dalam kata tersebut, apabila dimaknai dengan menggunakan bahasa jawa berarti “welas asih”. Maka, ayat tersebut mununjukkan bahwa kasih sayang Nabi Muhammad saw. kepada umatnya tidak ada batasan keadaan dan waktu, dengan kata lain bahwa kasih sayangnya tidak dipengaruhi oleh sesuatupun. Dengan mengetahui makna secara bahasa, maka dengan demikian, makna rohmatan adalah kasih sayang yang diberikan Nabi kepada umatnya, kelembutan penyampaiannya, sehingga diterima oleh umat manusia, dan kepedulian terhadap apa yang dirasakan oleh umatnya sehingga ajaran agama Islam mudah diterima oleh mereka. Di dalam sebuah riwayat disebutkan, sesungguhnya didalam diri Rasulullah saw. terdapat teladan yang mulia bagi kalian. Sebagai pemberi teladan, menggunakan teladan yang baik guna diikuti adalah wajib dilakukan baginya.
Kedua, adalah makna “Lil ‘Alamin”. Secara linguistik bermakna alam semesta, semua yang diciptakan Allah tidak ada ketercualian. Hal ini sesuai apabila dikaitkan dengan disiplin ilmu Balaghoh. Bahwa kata “al-‘alamin” disitu berbentuk jamak dan disertai pula huruf alif dan lam di depannya. Maka boleh jadi alif dan lam disitu mempunyai makna (istigro’iyyah) yang berfaidah mencakup dan meliputi kata yang dimasukinya. Dengan kata lain, bahwa kata tersebut meliputi semesta alam, baik kehidupan sebelum diutusnya Nabi sebagi Rasulullah ataupun sesudahnya.
Dalam memahami ayat tersebut, perlunya melihat para Mufassir al Qur’an ketika menjabarkannya. Ibnu Abbas mengatakan bahwa kata tersebut hanya untuk orang-orang mukmin saja, karena Allah telah memberi hidayah, iman dan amal saleh. Imam Qurthubi berpendapat bahwa kasih sayang bagi orang-orang nonmuslim, karena mereka mendapatkan cobaan, seperti bencana alam dan tenggelam dilautan. Dalam tafsir Jalalain memberi makna bahwa “Lil ‘Alamin” adalah untuk manusia dan Jin. Kasih sayang yang khusus diberikan kepada dua jenis makluk. Dalam hal ini, Ibnu Kastir memberi ulasan yang menarik. Kata “Lil ‘Alamin” menurutnya, semua yang ada di alam semesta ini termasuk didalamnya orang-orang muslim, Yahudi dan Nasroni. Kasih sayang bagi makhluk semuanya, semua mendapat kasih sayang. Sedangkan didalam tafsir At-Thobari dijelaskan, bahwa kata tersebut juga mencakup orang-orang muslim dan nonmuslim, disebutkannya nonmuslim juga karena Allah memberi tangguhan adzab baginya hingga hari kiamat, sebagaimana tidak dialami oleh umat-umat terdahulu. Sedangkan menurut Imam ar-Razi kasih sayang Nabi Muhammad saw. tidak hanya bagi orang muslim dan nonmuslim saja, melainkan untuk agama dan dunia. Untuk agama karena Nabi menjelaskan jalan kebenaran bagi mereka yang sedang dalam keraguan. Sedangkan rahmat di dunia, karena manusia selamat dari kenistaan dan peperangan, bahkan karenanya Umat Islam memenangi peperangan.
Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki al-Hasani dalam bukunya “Muhammad al-Insan al-Kamil” memberi ulasan seputar akhlak Rasulullah. Berbagai ayat al-Qur’an dan hadist yang menggambarkan keagungan Nabi saw. ia sebutkan didalam bukunya. Lebih-Lebih ketika ia memberi ulasan terhadap ayat diatas secara detail. Ia berpendapat bahwa Rasulullah adalah rahmat bagi seluruh alam, rahmat untuk orang-orang mukmin, rahmat untuk orang-orang kafir, rahmat untuk orang-orang munafik dan rahmat untuk seluruh manusia, baik laki-laki, perempuan, anak-anak, dan rahmat untuk semua hewan. Rahmat tersebut adalah umum bagi seluruh makhluk Tuhan. Bahkan saking adiluhungnya akhlak Nabi saw. Allah memberi dua nama dari beberapa namaNya, yaitu Nabi disebut sebagai Rauuf dan Rakhim. Rauuf yang memiliki makna penyantun, dan Rakhim dimaknai sebagai penyayang. Hal ini, menurutnya berdasar ayat al-Qur’an surat At-Taubah : 128. “Sungguh, telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman”.
Setelah mengetahui berbagi pendapat yang diutarakan oleh Mufassir diatas, perlunya memberikan kesimpulan bahwa ayat tersebut adalah rahmat (kasih sayang) bagi seluruh makhluk alam semesta, baik manusia muslim dan nonmuslim, baik semua agama, semua yang hidup ataupun tidak, yang sejatinya adalah makhluk Allah swt. semuanya. Dari dimensi sosiologisnya tidak mungkin Nabi Muhammad sebagai Nabi akhir zaman hanya merahmati satu, dua makhluk dan golongan saja. Nabi sebagai pelengkap Risalah agama pastinya menginginkan semua umatnya mendapatkan rahmat dan masuk mengikuti ajarannya. Ditataran teologisnya, maka wajib bagi kita mengimani bahwa ayat tersebut menunjukkan keagungan budi pekerti Nabi Muhammad saw. sebagai pembawa rahmat. Para ulama’ terdahulu sebenarnya telah memberikan pelbagai penafsiran dan penjelasan terhadap suatu ayat al-Qur’an dan kemudian memberikan kemungkinan-kemungkinan untuk dipilih sebagai kemungkinan yang lebih membawa kepada maslahah. Ada sebuah kaidah yang menyebutkan, apabila terdapat pelbagai macam pendapat, maka yang harus dipilih adalah pendapat yang lebih memberikan petunjuk pada kemaslahatan. Dalam konteks ini, kita harus memilih mana dari pelbagai pandangan Mufassir diatas terhadap ayat “Wa Ma ArsalnaaKa Illa Rahmatan Lil ‘Alamin” yang memberikan dampak positif dalam menebar kasih sayang di alam semesta ini.
Nabi Muhammad saw. dalam menyampaikan risalah agama Islam kepada umatnya selalu disertai kasih sayang, penyampaiannya yang lembut sehingga banyak dari kalangan yang sebelumnya kafir kemudian berbondong-berbondong masuk agama Islam, karena memang sifat manusia dan hati nuraninya lebih menerima kelembutan daripada kekerasan. Kasih sayang Nabi Muhammad memang sudah ditakdirkan oleh Allah, bahkan disebutkan didalam al-Qur’an surat Ali Imran : 159, “Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu”.
Ketika Imam Ar-Razi ditanya, bila Nabi Muhammad sebagai rahmat, kenapa Ia membawa pedang dan merampas harta? Dalam hal ini, setidaknya Imam Ar-Razi menjawab dengan tiga alasan. Pertama, Nabi Muhammad berperang karena umat Islam diserang dahulu, dan mereka menindas orang-orang muslim. Kedua, karena umat-umat terdahulu bila diadzab oleh Allah langsung seketika itu pada zamannya. Beda halnya dengan umat Muhammad, adzabnya ditunda hingga hari kiamat. Maka peperangan sangat dibutuhkan dalam hal ini. Ketiga, Nabi Muhammad adalah puncak dari Akhlak. Dengan alasan tersebut, sesungguhnya Nabi Muhammad tidak menghendaki peperangan itu terjadi, beliau merasa sedih memerangi umatnya sendiri hingga mati dalam keadaan tidak beriman. Bahkan ketika Nabi dilempari batu oleh orang-orang kafir hingga berdarah, beliau masih tetap sabar. Melihat kejadian tersebut, seketika itupun malaikat Jibril menghampiri Nabi seraya memberikan alternatif balasan agar orang-orang kafir tersebut ditimpa oleh gunung Uhud, tapi apa jawaban Nabi, beliau tidak menhendaki alternatif tersebut, melainkan sebaliknya Nabi malahan mendoakannya “Allahumma Ihdihim Fainnahum La Ya’lamun”, Ya Allah berilah mereka petunjuk, sesungguhnya mereka umat yang tidak tahu. Betapa luhurnya akhlak dan sifat Nabi saw. begitu lembut dan penyabar. Beliau, Nabi Muhammad tidak hanya berkata-kata (retorika) dalam berdakwah, namun lebih menonjolkan praktek dan contoh-contoh yang baik dalam beragama agar mudah difahami dan diikuti oleh umatnya.
Bila yang dipilih adalah tafsir untuk kemaslahatan bagi seluruh makhluk, maka disini perlu gambaran bagaimana rahmat Nabi Muhammad disampaikan dengan kasih sayang. Gambaran rahmatnya terhadap orang-orang kafir telah disampaikan di atas, selanjutnya rahmat beliau kepada keluarga, anak-anak, orang sakit, dan hewan dan masih banyak lagi. Namun disini hanya akan mengulas dari beberapa rahmat Nabi saw. Pertama, rahmat Nabi saw. kepada keluarganya. Nabi Muhammad adalah manusia yang paling baik perlakuannya terhadap keluarga, tidak ada satupun yang bisa menandingi akhlak beliau dan perlakuannya kepada keluarga. Suatu ketika ada sahabat yang bertamu di rumahnya, sedangkan anak-anaknya ramai sendiri. Nabi tidak marah sama sekali, ia membiarkannya karena memang masa anak-anak adalah masa tanpa beban, yang ada hanyalah mencari kesenangan. Sahabat ‘Amr bin Sa’id bin Anas mengatakan “saya tidak melihat seorang pun yang lebih penyayang daripada Rasulullah saw”.
Kedua, rahmatnya kepada anak-anak. Diceritakan dari Anas, suatu ketika Nabi dalam keadaan menunaikan sholat dan ingin memanjangkannya. Tiba-tiba ada suara anak kecil yang menangis, Nabi dalam hatinya “apa sholatku ini boleh dipanjangkan sedangkan aku mengetahui ada anak yang menangis karena mencari ibunya”.
Ketiga, rahmatnya kepada orang sakit. Suatu ketika Nabi melihat salah satu sahabatnya yang sedang sakit parah, beliau sangat sedih, hatinya tak kuat melihat hal tersebut, dan terus menangis didepan sahabatnya. Sahabat -Sa’ad bin Ubadah, Abdur Rahman bin ‘Auf dan yang lain- juga ikut mengunjunginya. Melihat Nabi yang sedari tadi berdiri disampingnya menangis, semua sahabat yang datang malahan juga ikut menangis. Kemudian Nabi mengecup kening Ustman bin Ma’dun yang telah meninggal.
Keempat, rahmatnya kepada hewan. Nabi Muhammad saw. adalah Nabi pembawa rahmat, rahmatnya juga meliputi hewan. Beliau sangat melarang sahabat-sahabatnya bila memelihara hewan sampai kelaparan, bahkan apabila hewan tersebut digunakan sebagai hewan tunggangan kemudian diberi beban yang berlebihan, dan menyembelihnya dengan kasar tidak beraturan, karena semua yang menyakitkan bagi hewan adalah adzab baginya.
Dengan demikian Nabi Muhammad saw. adalah benar-benar sebagai panutan umat Islam, maka semestinya yang diteladani adalah ajaran kasih sayang yang telah menghiasi perjalanan hidupnya, Nabi sebagi pembawa rahmat dan bukan sebagai pembawa laknat pada umatnya.
0 Comments